Beberapa tahun silam di pesantren, saya ‘dianugerahi’ 20 anak. Mereka berasal dari berbagai penjuru Nusantara. Yang paling jauh berasal dari Aceh.
Tentu, saya mendapati watak dan karakter mereka sangat beragam. Latar belakang masing-masing mestinya juga tidak sama.
Namun, ada satu hal yang menjadi sorotan bagi saya. Yang namanya anak-anak wajar kan kalau susah untuk bangun tidur? Yang sudah gede aja kadang juga susah. Hehe
Hal ini pun membuat saya memutar otak. Pasalnya, saya‘dianugerahi’ anak-anak tersebut supaya saya didik menjadi anak-anak yang baik dan saleh. Tugas berat.
Di hari pertama mereka masuk pesantren masih rajin banget. Wajar, ya? Namun, beberapa hari setelahnya mereka mulai berubah. ‘Lebih santai’. Sudah kenal dengan lingkungan dan keadaan sekitar.
Walhasil, susahnya mereka untuk bangun tidur menjadi problem utama. Pasalnya, mereka kalau sudah telat bangun, bisa jadi shalat subuhnya juga telat.
Lha wong kamar mandinya cuma sedikit dan santrinya banyak. Antrian pun sudah pasti mengular.
Untung saja, waktu itu saya terpikirkan sebuah ide. Semoga Syabab yang sedang mendapat tugas kemusyrifan di pesantren bisa terinspirasi.
Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Setelah ide ini diterapkan, ternyata nggak ada lagi santri yang susah bangun. Malahan, mereka bangunnya gasik banget. Saya pun kadang sampai kalah bangunnya. Wah, hebat! Kok bisa begitu? Kita ulas, yuk!
Jadi begini, dari 20 anak yang ada dalam satu kamar itu saya bagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok beranggotakan 4 anak ditambah 1 ketua. Setelah kita bagi, saya menulis kelompok tersebut di papan tulis asrama.
Nah, selanjutnya, saya membuat ‘aturan main’. Berikut adalah poin-poinnya
- Saya membuat patokan waktu telat bangun, biasanya pukul 04.00. Tidak ada toleransi terlambat sedikitpun.
- Setiap kelompok bertanggung jawab atas anggotanya masing-masing untuk membangunkan.
- Jika salah satu anggotanya ada yang telat bangun, maka satu kelompok tersebut dianggap telat semua. Hal ini kita tetapkan supaya satu tim tersebut solid dan kompak.
- Kelompok yang telat akan mendapatkan 1 poin.
- Kemudian, setiap hari Jum’at dilihat kelompok mana yang poinnya paling banyak. Dialah yang akan mendapatkan hukuman. Jadi, kalkulasi poin dihitung sepekan 1 kali. Berarti, pekan berikutnya poin masing-masing kelompok dihitung ulang dari nol.
Biasanya, saya memberikan hukuman untuk kerja bakti asrama di hari Jum’at.
Nah, setelah saya menerapkan ini dengan tegas kepada ‘anak-anak’, merekapun menjadi super rajin. Bangun tanpa diperintah.
Super sensitif, alarm berdering mereka langsung bergegas membangunkan teman-temannya.
Ini merupakan pengalaman saya di saat mengemban tugas kemusyrifan di sebuah pesantren.
Semoga bisa menginspirasi teman-teman di manapun berada.
Bagaimana tips mengajar metode bimbel untuk santri sederajat?
Berdasarkan pengalaman kami yang masih sangat sedikit, kita seharusnya bersikap menyusaikan dengan usia mereka. Jangan terlau dekat, sehingga mereka akan lancang terhadap kita. Jangan pula terlalu jauh, sehingga mereka akan terlalu sungkan dengan kita.
Namun, kita berusaha untuk bersikap tengah-tengah. Sehingga, mereka berani menyampaikan keluhan mereka kepada kita, tetapi tetap menjaga adabnya dan sopan terhadap kita. Wibawa kita harus tetap terjaga.
Bagaimana kita menghadapi anak didik/teman yang 'masa abg' nya dipenuhi rasa 'ingin bebas' sehingga mengarahkannya ke ulah negative layaknya anak luar?
Mungkinkah faktor umur?
Maasya Allah…
Ide cemerlang!
Semoga bermanfaat untuk kami semua…
Jazakumullah khoiron
maasyaaAllah ide cemerlang Semoga bisa ana terapkan terus menerus