Cinta telah lama bersemi. Tahun-tahun indah telah dijalani bersama. Suka dan duka sama-sama dihirup satu rasa. Hingga suatu ketika, sang istri mengandung buah hati pertamanya. Sebuah penantian indah telah meraka asakan.
Namun, tiba-tiba keinginan thalabul ilminya membuncah dalam kalbu yang terdalam. Lalu, apakah dia rela meninggalkan penantian hadirnya sang buah hati dan kemesraan dengan sang istri demi thalabul ilmi.
Atau, ia mengurungkan tekad sucinya? Dilematis!
***
Tahukah kamu bahwa pada masa itu jarak tempuh antara Kota Kairo dengan Kota Suci Madinah begitu jauh.
Orang-orang berlalu-lalang menggunakan kuda ataupun onta, bahkan ada pula yang berjalan kaki. Namun, panasnya padang sahara tidak lantas mematahkan semangat menuntut ilmu yang memang selalu membara.
***
Tokoh panutan kita kali ini adalah Abdullah bin Al-Qasim. Ia merupakan pria berkebangsaan Mesir, atau biasa disebut ‘Al-Mishri’.
Kala itu, istri tercintanya sedang mengandung buah hati pertamanya. Mereka sedang menanti kelahiran.
Namun, Abdullah memendam sesuatu dalam dirinya. Ia memiliki keinginan yang telah membuncah dan tekad yang sudah membulat. Perhalan, ia mencoba menguturakan rasa yang terpendam itu kepada istri tercintanya. Ada apa gerangan?
***
“Wahai istriku. Sebenarnya, aku memendam keinginan untuk melakukan rihlah demi menimba ilmu. Aku tidak mengerti kapan akan kembali lagi ke negeri ini kecuali setelah sekian waktu yang lama.”
Abdullah mencoba mengutarakan hasrat terpendamnya. Ia paham, mungkin istrinya akan merasakan keberatan.
Terlebih, kala itu ia sedang mengandung buah hati pertamanya.
Belum sempat sang istri menjawab, Abdullah ingin menawarkan sebuah solusi atas keberatan yang mungkin dirasa oleh sang istri.
“Kalau kamu berharap supaya aku menceraikanmu, silakan. Akan aku turuti keinginanmu. Dan kamu boleh menikah dengan siapapun yang engkau mau. Namun, bila engkau masih ingin untuk tetap bertahan denganku, aku tidak akan keberatan. Namun, sekali lagi, aku belum tahu kapan akan kembali untuk pulang.”
Mengharukan. Detik-detik perpisahan itu diwarnai dengan obrolan yang begitu menyentuh hati. Seolah ketulusan cinta sang istri sedang teruji. Akankah ia mempertahankan ikatan cinta sucinya ataukah ia memilih untuk memutus hubungan? Sungguh dilematis!
***
Setelah melewati detik-detik perpisahan dan obrolan yang begitu menyentuh kalbu …
Ternyata, sang istri telah menetapkan pilihan. Ia tentu telah memahami segala resiko dari keputusan yang akan ia pilih nanti. Ia harus bersabar menjalaninya, apapun dan bagaimanapun yang akan terjadi setelah ini.
Ya, ternyata sang istri memilih untuk mempertahankan cintanya. Ia merelakan suaminya pergi ke negeri nun jauh di sana demi asa yang suci. Meskipun, kabar dan berita tentang suaminya akan terputus dalam waktu yang lama.
Tidak ada komunikasi sama sekali. Namun, sungguh ia merupakan seorang istri yang begitu setia. Luar biasa!
***
Abdullah menyiapkan perbekalan. Dengan tekad kuat yang telah memenuhi relung hatinya, ia memulai langkah demi langkah menembus padang sahara yang sangat tandus.
Ia tinggalkan istri tercintanya di kampung halaman. Ia lupakan sejenak penantian indah akan kelahiran sang buah hati yang begitu ia nanti.
Ia kuatkan asa, demi meraih ridha ilahi, duhai SyababSalafy!
***
Singkat cerita, Abdullah begitu memfokuskan sepenuh hatinya untuk ilmu. Ia kerahkan seluruh waktunya untuk menimba warisan Nabi sedalam-dalamnya. Sedalam yang ia mampu.
Ia bermulazamah kepada Imam besar Kota Madinah, Malik bin Anas semoga Allah merahmatinya. Tidak ada aktivitas perniagaan yang ia tekuni. Karena, dirinya memang sedang fokus merebut warisan dari Sang Nabi.
Tak terasa, waktu telah berjalan 17 tahun lamanya. Selama itu pula, dia tidak pernah mendengar perihal tentang istri tercinta yang masih setia.
Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja? Entahlah. Ia tidak mengerti sama sekali. Apalagi dengan sang buah hati. Apakah terlahir dengan selamat? Atau justru mengalami keguguran?
Apa ia telah tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa? Entah! Sekali lagi, ia benar-benar tidak mengerti.
Lalu, apa kiranya yang akan terjadi setelah 17 tahun terputus kabar dari istri tercinta?
***
Tiba-tiba Sesosok Pemuda Mendatangiku …
Syababsalafy, kita persilakan saja Abdullah sendiri yang akan mengisahkan kejadian mengharukan kala itu,
“Suatu ketika, aku sedang berada di majelis Imam Malik. Tiba-tiba datanglah seorang pemuda berkebangsaan Mesir, wajahnya tertutup. Rupanya, ia datang ke Madinah untuk menunaikan ibadah haji,” kata Abdullah mengawali kisahnya.
Ia semakin mendekat. Lalu mengucapkan salam dan bertanya, ‘Apakah di tengah-tengah kalian ada seorang yang bernama Abdullah bin Al-Qasim?’
Para hadirin yang ada di majelis tersebut spontan menunjuk diriku. Tiba-tiba, pemuda tadi langsung menghadap kepadaku.
Ia memelukku dengan erat dan mencium keningku. Aku mencium aroma khas seorang anak. Ternyata, sungguh ia adalah buah hatiku yang dulu dikandung istriku.
Kini (ia mendatangiku) dalam keadaan telah besar dan dewasa,” pungkas Abdullah mengakhiri kisah, semoga Allah merahmatinya.
***
Demikianlah kisah indah yang seharusnya menjadi teladan SyababSalafy. Semangat thalabul-ilmi terus membara meskipun ia telah berkeluarga.
Sang istri salihah pun akan menjadi penolong bagi pasangannya untuk melaksanakan amal ketaatan. Sungguh indah kehidupan keluarga mereka.
Nah, kira-kira apa saja faedah yang dapat pembaca simpulkan? Jangan lupa tulis di kolom komentar, ya.
Referensi:
Kitab Waratsatul-Anbiya’