Ada seorang anak yang berangkat dari pulau seberang untuk mencari ilmu di tanah Jawa.
Ia ditemani Sang Ayah dan Adik tercinta yang mendampinginya beberapa malam untuk menguatkan hatinya sebelum ditinggal pulang.
Sebungkus kacang mete menjadi kesan pertama saat aku mengenalmu.
Ya, cendera mata yang kau bawa untuk kami dari tanah kelahiranmu.
Sebuah oleh-oleh yang selalu aku harapkan saat kau kembali ke sini setelah liburan panjangmu.
Kau awali perjalan thalabul ilmi dengan semangat dan pantang menyerah, kau ambil semua petuah dari para asatidzah agar kau tak salah arah.
Sampai-sampai, peringkat satu berhasil kau raih dengan begitu mudah. Hafalanmu pun terbilang cukup meningkat dibanding teman sebayamu.
Ghafir menjadi surat terakhir yang kau setorkan kepadaku di sore itu. Sebelum akhirnya sebuah musibah menimpamu.
Tak ada yang menyangka, perjalananmu terhenti di bulan ini, Jumat, 11 Agustus 2023. Tragedi yang menjadi penutup kisahmu di tanah Jawa ini.
Onthel yang kau naiki dihantam sepasang suami-istri yang berada di atas motornya dengan kecepatan tinggi.
Tak terelakkan, sampai-sampai, keduanya harus terpental dari kendaraannya.
Di saat kami bersiap menegakkan shalat Jumat, berita duka kudengar dari kawanmu,
“Ami! Khifland kecelakaan! Keluar darah dari telinganya. Sekarang, sedang dibawa oleh Abu Thariq ke Siaga Medika”.
Seusai shalat Jumat, kami bergegas untuk melihat kondisimu.
Pedih, sedih!
Tak kuasa rasanya melihat dirimu harus ditusuk berbagai macam selang medis. Kami terus menatap monitor sembari berharap ada perkembangan baik. Aku menatap dengan penuh harap.
Semua orang datang untuk menjengukmu. Tak terkecuali, Abi dan Ummimu yang langsung terbang setelah mendengar berita duka tentangmu.
Tiga hari di rumah sakit adalah hari-hari perpisahan kami dengan dirimu. Insyaallah, Allah menyayangimu. Dia yang lebih mengerti apa yang terbaik untukmu.
Ketika semesta sudah ditelan oleh gelapnya malam.
Ada notifikasi masuk dari grup pengurus,
“Khifland sudah dilepaskan semua obat-obatannya. Bagi pengurus yang ada kelonggaran, segera merapat ke rumah sakit. Persiapan.”
Persiapan apa?! Persiapan apa tengah malam begini?!
Ternyata, persiapan untuk perpisahan, perpisahan yang tak akan lagi berbuah pertemuan.
Sampai pada hari Ahad malam, 13 Agutus 2023, dipastikan kamu sudah tak lagi di dunia ini. Kamu sudah mendahului kami yang belum pasti kapan ajal akan menghampiri.
Sanak familimu menghendaki agar dirimu dikebumikan di tanah Sulawesi bersama keluarga besarmu.
Perjalanan yang jauh harus ditempuh.
Mulai pukul 03.30 dini hari, sebuah mobil melaju membawa jenazah Khifland rahimahullah ke bandara Soekarno-Hatta untuk terbang sampai Kota Kendari.
Selanjutnya, perjalanan ditempuh dengan mobil sampai pelabuhan. Hingga kemudian menyebrangi lautan di malam hari dengan speed boat.
Sesampainya di dermaga, jenazah Kifland langsung dijemput dengan mobil dan diantar menuju rumah duka tepat pukul 02.00 dini hari.
Lalu, pada saat itu juga, kau segera dikebumikan setelah menempuh 24 jam perjalanan.
Betapa tegarnya keluargamu. Dengan ringannya mereka menerima ini semua.
Mereka mengikhlaskan apa yang sudah terjadi dan mengharapkan semuanya menjadi pahala di sisi Allah.
Semua donasi kaum muslimin disalurkan kembali untuk Ma’had.
Lebih dari itu, donasi yang masuk dari keluarga yang menabrak juga dikembalikan, bahkan ditambahkan lagi dengan yang lebih baik untuk pengobatan keluarga mereka yang juga masih dirawat.
Semoga Allah memberikan ganti yang lebih baik bagi keluarga yang engkau tinggalkan.
Banyak orang yang terharu akan kisahmu.
Di berbagai macam media, di radio, bahkan di majelis ulama dari negeri Yaman nun jauh di sana turut berbela sungkawa dan melangitkan doa atas kepergiaanmu, mengambil pelajaran dari kisah perjuanganmu.
Bagaimana tidak? Kau berhasil menutup hayatmu dengan sesuatu yang didambakan oleh setiap orang beriman, wafat di atas jalan thalabul ilmi.
Tak terasa, ternyata sudah sepekan berlalu.
Di saat kami hendak beristirahat, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu,
“Assalamualaikum, afwan, Ustadz! Ini ada kacang mete untuk Antum.”
“Dari siapa ini, Pak?”
“Dari keluarga Khifland dititipkan ke abu Nawa, beliau baru pulang dari sana.” Ucap Abu Thariq.
Kaget, rindu, sekaligus haru!
Sebungkus kacang mete tanda pertama aku mengenalmu, datang kembali untuk yang terakhir kali.
Mungkin ini akan menjadi yang terakhir, mengingat dirimu yang tak lagi bersama kami. Meninggalkan kami untuk waktu yang amat lama.
Semoga sepenggal kisah haru ini menjadi penggugur semua kesalahanmu serta menjadi ibrah bagi yang lain.
Mudah-mudahan, kita dipertemukan lagi di jannah-Nya nanti.
Insyaallah, ada doa yang selalu kami langitkan untuk dirimu, La Ode Muhammad Khifland Nazhif Syamsir, rahimahullah rahmatan wasi’ah.
Ditulis oleh: Abu Yahya Jakarta
Ma’had Al-Faruq, Somagede, Banyumas, Jawa Tengah